Now Playing

Rabu, 28 November 2012

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK 
NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE
Oleh : Annisha Fadhilla

A. UNSUR INTRINSIK

Tema
 Tema Novel Hafalan Shalat Delisa adalah Perjuangan Seorang Anak Kecil dalam Menghafal Bacaan Shalat.

 Penokohan
Tokoh-tokoh dan watak dalam novel Hafalan Shalat Delisa, yaitu

1. Delisa
  •  Pantang Menyerah ( Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengan sadar dan tidaknya ingin sujud... Ya Allah, Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa sekarang hafal bacaannya... Delisa tidak lupa seperti tadi shubuh (Hafalan Shalat Delisa, hal. 71))
  • Penyayang ("Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta Ummi... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah (Hafalan Shalat Delisa, hal. 53))
2.  Ummi Salamah
  • Rendah Hati ("ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 19))
  • Sabar ("Bukan, sayang... Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya sebelum kamu hafala seluruh bacaan shalat! sebelum lulus dari ujian Ibu Guru Nur (Hafalan Shalat Delisa, hal. 22))
  • Perhatian ("Kamu kenapa, sayang?" ; "Kamu sakit?" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 27))
3. Kak Fatimah
  • Tegas (" Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin delisa nggak pakai teriak-teriak apa?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.2))
  • Sabar (" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2))
4. Kak Aisyah
  • Keras Kepala (" Yee, Delisa jangankan digerak-gerakkan kencang-kencang, speaker meunasah ditaruh di kupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga." (Hafalan Shalat Delisa, hal. 2)
  • Egois ("Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya.... bikin repot saja!" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 8))
  • Iri ("Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus! kenapa kalung Delisa lebih bagus dibandingkan dengan kalung Aisyah... lebih bagus dari kalung Zahra... kalung Kak Fatimah." (Hafalan Shalat Delisa, hal.32))
5. Kak Zahra
  • Sabar ("Iya! Tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti merusak lipatan pakaian yang lainkan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.49))
6. Ustadz Rahman
  • Pengetian ("Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali... Baca berkali-kali... nanti nggak lagi! Nanti pasti terbiasa." (Hafalan Shalat Delisa, hal.38))
 7. Abi Usman
  • Pengertian ("Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembali. Insya Allah jauh lebih cepat sekarang... Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya (Hafalan Shalat Delisa, hal.151))
  • Perhatian ("Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 226))
 Latar
1. Latar Tempat
  • Lhok Nga 
menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
  • Kamar Rawat
Shopi melangkah keluar kamar, entah mengambil apa (Hafalan Shalat Delisa, hal.132)
  • Hutan
Sersan Ahmed berlari menuju semak belukar tersebut. (Hafalan Shalat Delisa, hal.109)
  • Tenda darurat
Delisa menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut (Hafalan Shalat Delisa, hal.156)

2. Latar Waktu
  • Pagi hari
Adzan shubuh dari meunasah terdengar syahdu (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
Cahaya matahari menyemburat dari balik bukit yang memagari kota (Hafalan Shalat Delisa, hal.5)
  • Siang hari
Sinar terik matahari mengembalikan panca-indranya (Hafalan Shalat Delisa, hal.92)
  • Sore hari
Matahari bergerak menghujam bumi semakin rendah. Jingga memenuhi langit (Hafalan Shalat Delisa, hal.46)
  • Dini Hari
Malam ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45 (Hafalan Shalat Delisa, hal.112)

3. Setting Suasana
  • Ramai
Pasar Lhok Nga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti sibuk berbelanja (Hafalan Shalat Delisa, hal.19)
  • Senang
"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
  • Sedih
Sungguh semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kami belum pernah melihat kehancuran seperti ini. Kota ini tak bersisa, kota ini luluh lantak hanya meninggalkan berbilang kubah masjid, kota itu menjadi cokelat, kota ini tak berpenghuni lagi. Kota ini! Kota itu! (Hafalan Shalat Delisa, hal.81)

Alur
Alur yang ada dalam novel "Hafalan Shalat Delisa", yaitu alur maju. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut :
  • Pengenalan/ awal cerita
Awal cerita dalam novel ini didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang anak bernama Delisa. Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang berusaha menghafal bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal bacaan shalatnya. Setiap shalat Kak Aisyah membaca keras-keras bacaan shalatnya agar Delisa lebih mudah untuk menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu menjahili Delisa. Abi Delisa bekerja di pertambangan minyak sehingga Abi Delisa pulang 1 bulan sekali.
  • Timbulnya konflik / titik awal pertikaian
Awal pertikaian ditunjukan ketika delisa akan dibelika kalung oleh ibu sebagai hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang delisa beli berbeda dengan kalung yang dibelikan ibu kepada kakak-kakaknya. Hal tersebut membuat Kak Aisyah merasa cemburu atau iri terhadap kalung yang dibelikan ibu kepada Delisa
  • Puncak konflik/titik puncak cerita
Titik puncak certita adalah ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat oleh Ibu Guru Nur. Ketika itu tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang sangat kuat. Gempa itu berskala 9.1 SR. Delisa yang sedang tes tetap melanjutkannya, tidak peduli kondisi sekitar seperti apa. Padahal semua murid yang sedang menunggu giliran sudah berhamburan keluar sekolah. Namun Ibu Guru Nur tetap setia menemani Delisa. Setelah gempa mereda, air laut seketika naik sangat tinggi, menyebabkan para nelayan berlari kesana-kesini. Ternyata gempa itu disertai dengan tsunami. Air dengan arus yang sangat dahsyat menerjang tubuh mungil Delisa yang sedang menjalani tes. Abi yang tau berita ini lewat televisi, langsung meminta cuti ke bosnya untuk kembali ke aceh dan segera mengetahui kondisi keluarganya. Namun ketika Abi sampai di Aceh, dia mendapat berita yang menyedihkan. Abi di beritahu oleh Koh Acan bahwa semua anggota keluarganya telah meninggal. Hanya tinggal Delisa sajalah yang sampai saat ini belum ditemukan juga.
  • Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh anggota keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak akan pernah membahas Ummi didepan Abi. Delisa tidak ingin membuat Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu Delisa lupa akan semua hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha untuk menghafalnya lagi namun hal terserbut malah semakin sulit untuk dihafal.
  • Penyelesaian Masalah
Pada akhirnya, Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalatnya hanya demi mendapat kalung dari Ummi. Delisa menghafal bacaan shalatnya agar mendapat imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat seluruh hafalan shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam melakukan apapun dan jangan mengharapkan suatu imbalan.

Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
"Ummi Salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)

Gaya Bahasa
  • Gaya Hiperbola
"Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)
"Ya Allah, tubuh itu bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya. Berkemilauan-menakjubkan. Lihatlah! lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu" (Hafalan Shalat Delisa, hal.108)
  • Gaya Personifikasi
"Gelombang tsunami sudah menghantam bibir pantai" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
"Terlambat, gelombang itu menyapu lebih cepat" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
  • Gaya Metafora
"Pohon-pohon bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah menunjang" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)

Amanat
Amanat yang dapat diambil dari novel ini adalah apabila kita memiliki kemauan pasti ada jalannya. Kalau kita ingin mencapai suatu harapan hanya untuk sebuah imbalan itu percuma, karena hal yang kita lakukan tersebut tidak berasal dari hati kita sendiri tapi berasal dari nafsu kita untuk mendapat imbalan tersebut. Sebaiknya kita melakukan apapun sesuai dengan hati kita, jangan pernah mengharapkan suatu imbalan apapun terhadap perkejaan atau suatu harapan yang kita inginkan. Dan satu lagi sebaiknya kita juga melakukan apapun dengan hati yang lapang dan ikhlas.

B. UNSUR EKSTRINSIK
  • Budaya
Budaya yang ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah telah lulus dalam hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah kalung sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :

"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
  • Agama 
Dalam novel ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-anak Ummi Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan untuk shalat sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar mengaji di TPA bersama Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :

" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2)

2 komentar: